KONSERVASI ARSITEKTUR IV


Bangunan Bersejarah
Pengertian atau batasan tentang bangunan gedung dipetik dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 yang isinya sebagai berikut: “bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan / atau di dalam tanah dan / atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus”.
Bangunan bersejarah berasal dari dua suku kata Bangunan dan Bersejarah. Berdasarkan Perwali Nomor 25 Tahun 2010 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung di Kota Denpasar, “bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan pekarangan sebagai tempat kedudukannya, sekaligus atau seluruhnya berada di atas dan atau di bawah tanah dan atau air”. Diantara Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 dengan Perwali Kota Denpasar Nomor 25 Tahun 2010 memiliki perbedaan yaitu yang satunya menggunakan istilah bangunan gedung dan satunya lagi dengan sebutan bangunan. Definisi pada Peraturan Pemerintah kelebihannya menyebutkan tentang “berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Tambahan penjelasan tersebut diduga karena ada tambahan kata gedung.
Bersejarah dimengerti sebagai memiliki nilai sejarah. Nilai dimaksud dapat bermakna dimensi yang mewakili kebudayaan sekaligus peradaban yang dibingkai oleh waktu, identitas bahan, teknologi, ilmu pengetahuan, dan dapat saja mengandung nilai estetika dan fungsional. Nilai-nilai tersebut sebaiknya dinyatakan setelah melalui penelitian yang mendalam oleh para ahli. Dengan demikian, bangunan bersejarah adalah “setiap wujud fisik konstruksi yang memiliki nilai-nilai signifikan (penting dan asli) yang dapat dipertanggungjawabkan dari sudut waktu, langgam, keindahan, fungsi, kejadian atau peristiwa, dan keunikan” (Rumawan, 2012). Contohnya bangunan peninggalan Hindu dan Budha di Jawa, bangunan-bangunan peninggalan Kolonial Belanda dan Jepang di Indonesia, ataupun juga beberapa bangunan Ibadah.

sumber : I Wayan Runa, 2016. KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH
Studi Kasus Bangunan Peribadatan di Pulau Bali, Jurnal UNDAGI.

Komentar

Postingan Populer