KONSERVASI ARSITEKTUR V


Kegiatan Preservasi dan Konservasi Bangunan Bersejarah
“Preservasi‟ adalah kegiatan yang berhubungan secara tidak langsung terhadap pemeliharaan artifak (peninggalan budaya) pada kondisi fisik yang sama seperti ketika diterima olek kurator. Tampilan estetiknya tidak boleh ada yang ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang perlu untuk mengandakan “preserve‟ hanya boleh pada permukaan atau pada “kulit‟ saja serta tidak mencolok. Sedangkan “Konservasi‟ adalah kegiatan yang berhubungan dengan intervensi fisik terhadap bahan atau elemen bangunan (bersejarah) yang ada untuk meyakinkan kesinambungan integritas secara struktural. Tingkatan kegiatan konservasi dapat berkisar dari penanganan kecil sampai penanganan besar. Kegiatan preservasi dan konservasi pada bangunan bersejarah maupun pada kawasan / lingkungan bersejarah pada dasarnya bukan semata untuk tujuan pelestarian dan mempertahankan bangunan secara arsitektural semata tetapi juga didalamnya menyangkut nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat luas. Berikut dibawah ini ada beberapa prinsip yang menjadi latar-belakang dilakukannya kegiatan preservasi dan konservasi yaitu sbb. :
1. Mencari / mendapatkan Identitas Fisik dari Kawasan (Fisical Identity of Environment).
2. Mencari / mendapatkan Sense Of Place. Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang menghubungkan dengan masa lalu dan menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu.
3. Mencari / mendapatkan nilai Sejarah (The Historical Values of The City District). Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa penting untuk dikenang, dihormati dan dipahami oleh masyarakat. Kegiatan memelihara lingkungan dan bangunan bernilai sejarah yang merupakan bagian perjalanan sejarah masa lalu.
4. Meningkatkan Nilai Arsitektur pada Bangunan dan Kawasan / Lingkungan. Memelihara lingkungan dan dan bangunan bersejarah karena nilai instrinsiknya sebagai karya seni dimana didalamnya terdapat hasil pencapaian yang tinggi dalam bidang seni termasuk keindahan.
5. Meningkatkan manfaat ekonomis. Bangunan yang telah ada terlebih yang memiliki nilai sejarah seringkali memiliki keunggulan ekonomis. Secara empiris menunjukan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah daripada membuat bangunan baru.
6. Generator kegiatan Pariwisata dan Rekreasi. Nilai sejarah yang khas di suatu tempat atau kawasan mampu menjadi daya tarik bagi kegiatan pariwisata dan menariknya ke tempat tersebut.
7. Sumber Inspirasi (Place of Inspiration). Pada banyak bangunan dan lingkungan bersejarah akan berhubungan dengan rasa patriotisme dan nilai nasionalisme serta peristiwa penting di masa lalu.
8. Meningkatkan nilai. Pendidikan atau Edukasi dalam Masyarakat. Melalui bangunan dan lingkungan bersejarah sebagai artefak pada dasarnya dapat melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau untuk mengenang kejadian atau peristiwa tertentu di masa lampau.

Pada dasarnya kegiatan preservasi dan konservasi terhadap bangunan bersejarah sudah diatur dan dipandu Badan Warisan Dunia dibawah UNESCO dan termuat salah satunya dalam Piagam Burra. Prinsip-Prinsip kegiatan Konservasi dan Preservasi (Burra Charter, 2003) adalah :
1. Tujuan akhir konservasi adalah mempertahankan “cultural significance‟ (nilai estetika, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial) sebuah “place‟ dan mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang.
2. Konservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan sebelumnya terhadap material fisik sebuah “place‟ merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya.
3. Konservasi sebaiknya melibatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan penyelamatan “place‟.
4. Konservasi sebuah “place‟ harus mempertimbangkan seluruh aspek “signifikansi kultural‟ tanpa meng-utamakan pada salah satu aspeknya.
5. Konservasi harus dilakukan dengan melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat “signifikansi kultural‟ yang merupakan prasyarat penting untuk menetapkan kebijakan konservasi.
6. Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat.
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap “visual setting‟, misalnya: bentuk, skala, warna, tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang merusak “setting‟, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk penyisipan dan penambahan bisa diterima, dengan syarat tidak mengurangi atau merusak tempat-tempat yang memiliki signifikansi cultural tersebut.
8. Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya.
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari signifikasi cultural dari sebuah tempat pada dasarnya tidak dapat diterima (lihat Burra Charter, 2003).

sumber : Udjianto Pawitro, 2015. PRESERVASI - KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH DAN PENGELOLAAN KAWASAN KOTA LAMA. Jurnal Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional.

Komentar

Postingan Populer