KRITIK ARSITEKTUR DESKRIPTIF
Masjid
ini memiliki konsep kesederhanaan dan keterbukaan, bertujuan untuk
menghilangkan kesan negative yang melekat pada islam. Masjid menganut gaya
kontemporer yang sederhana dan modern pada seluruh struktur bangunannya, namun
tidak serta-merta meninggalkan unsur-unsur seni Islami sebagai penghias sekaligus
jiwa dari masjid ini. Kaligrafi dan garis-garis geometri yang sederhana
menghiasi seluruh bagian masjid.
Penerapan
konsep pada masjid ini sangat jelas pada eksteriornya. Terlihat pada bentuk bangunannya
yang kotak, bertujuan memaksimalkan penggunaan ruang di dalamnya sehingga
meminimalisir timbulnya ruang negative pada bangunan. Penggunaan batu alam
berwarna krem yang dipadu dengan bukaan kaca yang besar memberikan kesan terbuka
pada fasade bangunan, dan tetap terlihat indah dan sederhana karena tidak
banyak terdapat ornamen yang menempel pada bangunan pada bangunan.
Warna
eksterior pada masjid ini menggunakan komposisi warna monokromatik abu-abu,
putih, dan kuning kecoklatan yang tidak mencolok diantara bangunan sekitarnya.
Warna yang tidak mencolok menjadikan masjid ini menyatu dengan bangunan sekitarnya.
Selain itu penggunaan warna-warna monokromatik untuk memperkuat kesan modern
kontemporer dan sederhana.
Minaret
pada Masjid juga menunjukkan sebuah makna kesederhanaan kaum muslim sekaligus
menjadi focal point pada masjid ini. Terbentuk
dari kaligrafi ayat-ayat suci Al-Qur’an, yaitu adzan. Yang dibentuk tiga
tingkatan menyerupai balok yang disusun tiga buah dengan orientasi yang
berbeda-beda. Minaret dicat dengan warna yang senada dengan bangunan utama
memberikan kesan menyatu. Minaret ini tidak terbuat dari batu bata atau semen
seperti pada umunya, melainkan terbuat dari baja antikarat. Bentuk minaret yang
minimalis dan berbeda dari pada masjid kebanyakan membuat Masjid ini lebih
terlihat modern.
Pintu
pada masjid ini terbuat dari metal polos yang dihiasi dengan dua buah dinding
beton bertuliskan ayat suci al-Qur’an yaitu surah al-Fatihah dan al-Hujurat yang
bersanding dengan terjemahanya dalam bahasa Jerman pada salah satu sisinya. Di atas pintu terdapat
sebuah jendela besar yang memantulkan keindahan langit Kota Penzberg. Penggunaan
balok beton yang selalu terbuka ini bermakna bahwa komunitas muslim Penzberg
selalu menerima kedatangan masyarakat untuk sekedar berkunjung atau bertukar
pikiran dan ilmu pengetahuan sesama warga Jerman.
Pintu
utama di Masjid Penzberg langsung memasuki koridor (flur) yang mirip dengan
rumah-rumah di Jerman, dan sekaligus menghubungkannya dengan pintu-pintu
lainnya. Di sebelah kiri koridor terdapat pintu perpustakaan dan tangga menuju
ruang shalat wanita di lantai kedua, sedangkan di sebelah kanan terdapat pintu
ruang shalat utama untuk laki-laki. Ujung koridor ini terhubung dengan lapangan
parkir dan taman. Dari segi tata ruang yang mengadopsi tata ruang rumah
tradisional Jerman.
Ukuran
masjid ini tidak terlalu besar layaknya bangunan monumental karena lebih
mengutamakan fungsionalitas, dengan bentuk bangunan kubus menyerupai huruf L
yang terlihat sederhana dan tidak mencolok. Masjid ini hanya memiliki 3 lantai
dengan fungsi yang berbeda di setiap lantainya. Pada lantai dasar masjid
terdapat ruang shalat utama laki-laki dan perpusatakaan. Dan di lantai 1 terdapat ruang shalat untuk
perempuan dan juga kantor pengelola dan pengurus masjid. Sedangkan pada lantai
basement terdapat ruangan kelas.
Konsep
kesederhanaa, keselarasan, dan arsitektur modern kontemporer juga terdapat pada
interior Masjid. Hiasan arabesque yang memainkan garis-garis geometri sederhana
dan kaligrafi bahasa Arab tetap menghiasi seluruh interior ruang shalat yang terinspirasi
dari beberapa corak hiasan di Masjid Kordoba, Spanyol. Langit-langit, panel, dan beberapa buah kolom
artistik di ruangan shalat utama dihiasi dengan kaligafi 99 nama Allah (Asmaul
Husna) dan permainan garis-garis geometri yang membentuk bintang-bintang. Pemilihan
warna pada interior masjid senada dengan bagian luar masjid, yaitu menggunakan
warna monokromatis. Karena dapat menciptakan suasan yang tenang dan nyaman di
dalam Masjid sehingga konsentrasi para jama’ah terfokus pada imam bukan pada
ornament yang ada pada Masjid.
Penggunaan
mihrab yang meyatu dengan tempat makmum dan dilengkapi partisi berbahan logam
yang dihiasi ornamentasi islam. Mihrab hanya dilengkapi sebuah partisi
berbentuk setengah tabung yang dihiasi ayat-ayat suci al-Qur’an. Selain itu,
pada Masjid forum Penzberg tidak dilengkapi mimbar, setiap khotbah atau ceramah
agama, imam akan berdiri ataupun duduk bersila sejajar dengan makmumnya.
Pencahayaan
interior ruang shalat mengandalkan beberapa buah lampu kecil bergaya minimalis pada
langit-langit dan lantai dekat jendela. Pada siang hari pencahayaan interior
didukung oleh jendela-jendela besar di sebelah kanan dan kiri ruang shalat
dan bagian terdepan ruang shalat merupakan
rangkaian 24 jendela daur ulang berwarna biru yang menghadap ke arah kiblat.
Pada waktu siang, cahaya matahari akan dibiaskan oleh rangkaian jendela ini dan
menghasilkan cahaya berwarna kebiruan.
Sumber : https://www.academia.edu/19620824/Kritik_Arsitektur
Komentar
Posting Komentar